SIANTAR (GorgaNews.com) – Ternyata tidak hanya bencana alam yang berkesinambungan menjadi ancaman nyata di. Kota Pematangsiantar, terkini bencana sosial pun sudah terjadi di kota tertoleransi ini.
Kekacauan akibat bencana sosial pun dianggap sesuatu yang perlu dimanfaatkan yang bahkan tak bisa dipandang sebelah mata. Mencegah dan mengurangi risiko bencana wajib menjadi bagian dari rutinitas masyarakat sehari-hari.
Setidaknya dapat diawali dengan melihat dan mempelajari fakta bencana sosial yang rutin mengancam masyarakat, sebagai berikut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
Fenomena selanjutnya dari bencana sosial yang juga sudah melanda kota Pematangsiantar adalah kegagalan teknologi. Kasus nyatanya adalah bagaimana kegagalan pengaplikasian teknologi pada program Smart City yang sampai saat ini belum terwujud.
Berbagai gejolak mengusik kedamaian semakin meluas hingga sejarah baru dualisme Musda KNPI yang dipertontonkan.
Pengelolaan pemerintahan yang mengabaikan regulasi dan kearifan lokal akan mengakibatkan berbagai persoalan yang sepertinya di manage sedemikian rupa sehingga terkesan legal.
Dengan adanya statemen bencana sosial di Kota Pematangsiantar tentunya berbanding terbalik dengan predikat kota tertolensi yang di pertahankan selama ini.
Berangkat dari sebab akibat mengapa terjadi bencana sosial? Pembangunan Tugu raja Sang Naualuh yang tidak sesuai dengan hasil kajian tentunya awal muasalnya dengan memaksakan dan membenturkan dengan berbagai kepentingan didalamnya sehingga timbullah statement itu.
Pembayaran proyek pembangunan tugu Sang Naualuh sebesar Rp 500 juta itulah kemungkinan goalnya sandiawara itu.
Sehingga menimbulkan gejolak dan ketidak kondusifan kota ini terlebih pemborosan anggaran dengan pembangunan yang sia-sia.
Walikota Pematangsiantar dalam awal pemerintahannya mengatakan akan bekerja sesuai regulasi akan tetapi dalam kenyataannya justru mengabaikannya.
Good governance tidak akan terwujud bila menejernya tidak mampu mengelolahnya dengan baik dan terkesan plin-plan.
Kami tidak perduli anda-anda datang dari mana tapi berbuatlah yang benar untuk kota kami ini karena kami masih cinta dan berupaya membangun kota Pematangsiantar yang Berbudaya.(***)
Discussion about this post